Rabu, 22 JANUARI 2025 • 08:12 WIB

Seabad Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Indonesia yang Menyakini Menulis Adalah Tugas Nasional

Author

Sosok sastrawan Pramoedya Anata Toer semasa hidup. (Instagram/pramoedyanantatoer)

INDOZONE.ID - Dunia sastra Indonesia sepertinya bakalan merayakan seratus tahun penulis legendaris Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan terbesar bangsa. Beberapa dari mereka membuat gerakan #SeAbadPram.

Dalam hidupnya, sudah ada 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa. Ia disebut sebagai lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.

Perayaan ini digagas oleh Pramoedya Ananta Toer Foundation bersama Komunitas Beranda Rakyat Garuda dengan festival peluncuran akan digelar di kota kelahiran Pram, Blora, pada 6-8 Februari 2025 mendatang.

"Pramoedya adalah sosok penting yang patut dikenang. Karya dan kiprahnya memberikan insight relevan untuk hari ini dan masa depan Indonesia," kata Budayawan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Hilmar Farid yang dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: Tiga Pekerjaan yang Cocok Buat Lulusan Sastra, Ada yang Jadi Ahli Bahasa!

Hikmar menggambarkan Pramoedya Ananta Toer sebagai salah satu penulis berhasil menarasikan Indonesia dengan begitu memukau, mencerminkan keteguhan dan kecerdasan sang penulis.

“Jadi sejak awal ya, ketika mulai menulis di tahun 50-an, sampai kemudian di tahun-tahun 80-an tuh karyanya, pengaruhnya luar biasa gitu. Dia sejak usia belasan tahun sudah memilih jalan sebagai penulis, dan kemudian mendedikasikan hidupnya sampai akhir hayat itu sebagai penulis. Dia bahkan menyebut bahwa menulis itu adalah tugas nasionalnya dia gitu ya,” ujar Hilmar.

Dedikasi Pram tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda, yakni masa kolonial Belanda, pemerintahan Soekarno, dan Orde Baru.

Namun, Hilmar menekankan bahwa pengalaman-pengalaman itu menunjukkan keteguhan prinsip Pram dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tulisan.

Baca Juga: Novelis Jepang Akiyoshi Rikako Kolaborasi Menulis Antologi Thriller Bareng 13 Penulis Indonesia

Hilmar menggarisbawahi bahwa konsistensi Pram adalah teladan berharga di tengah berbagai pilihan hidup yang sering membingungkan.

Meskipun perjalanan hidup Pram dipenuhi banyak hal tidak menyenangkan, karya-karyanya tetap hadir dengan gemilang.

Salah satu karya yang meninggalkan kesan mendalam bagi Hilmar adalah novel “Bukan Pasar Malam”.

Novel ini merefleksikan hubungan Pramoedya dengan ayahnya yang keras dan penuh tantangan.

“Kalau buat saya, ada satu novel yang sangat penting itu “Bukan Pasar Malam”. Ini cerita mengenai ayahnya ya, ketika orang yang menempa dia sehingga menjadi Pram yang kita kenal sekarang, dengan cara yang sangat tidak lazim," ungkap Hilmar.

Melalui novel tersebut, Hilmar melihat sisi personal Pram yang luar biasa dimana menunjukkan refleksi mendalam Pram sebagai seorang manusia.

Bagi Hilmar Farid, warisan Pramoedya adalah cermin perjalanan seorang manusia yang konsisten dan teguh memegang prinsip, sekaligus pengingat akan kekuatan kata-kata dalam menarasikan sebuah bangsa.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: ANTARA