“Anda pikir anda adalah seorang revolusioner? Seberapa besar anda dicuci otak? Anda hanyalah seorang pembully dengan senjata…” - kutipan dialog di film Faraaz.
Pernyataan pemuda berusia 20 tahun saat itu terdengar lugas dan tajam. Faraaz Hossain adalah seorang pemuda keturunan keluarga kaya raya di Bangladesh yang mengarahkan pertanyaan tersebut pada sekelompok militan teroris yang melakukan penembakan secara brutal di sebuah kafe Holey Artisan Bakery yang kebanyakan dikunjungi oleh kaum ekspat dan menengah ke atas.
Faraaz adalah film yang diadaptasi dari kisah nyata tahun 2016 tentang penembakan brutal yang dilakukan oleh sekelompok militan Islam pada 1 Juli 2016, di Dhaka, Bangladesh. Lima teroris tersebut menewaskan 22 orang yang sebagian besar adalah warga negara asing ditambah anggota kepolisian yang saat itu berupaya untuk menyelamatkan korban sandera. Kelompok teroris tersebut juga menahan sekitar 13 orang yang sebagian besar adalah Muslim Bangladesh.
Film ini mungkin bukan film yang mind blowing tapi mampu memberikan energi besar ke penonton tentang bagaimana mempunyai iman kuat yang tidak tergoyahkan sekaligus bikin merinding ketika membayangkan hal tersebut berdasarkan pada kisah nyata.
Faraaz juga menyinggung perdebatan sengit yang terjadi di seluruh dunia tentang kemanusiaan, toleransi versus intoleransi dalam sebuah agama versus radikalisme yang masih sering terjadi, serta mengakibatkan hilangnya banyak nyawa tidak berdosa.
Film ini berpusat pada sudut pandang para korban, terutama sosok Faraaz Ayaaz Hossain yang menjadi pahlawan pada tragedi tersebut.
Di awal film, menampilkan kehidupan Faraaz (Zahaan Kapoor) dan keluarganya yang batal ke Malaysia untuk merayakan Idul Fitri karena terlambat mengajukan visa. Ibunya, yang diperankan Juhi Babbar digambarkan sebagai seorang wanita sukses yang menginginkan anaknya untuk melanjutkan studi di luar negeri. Sementara Faraaz yang punya watak keras kepala berusaha meyakinkan ibunya untuk menghabiskan sisa hidupnya di Bangladesh.
Baca Juga: Membedah "Kathal: A Jackfruit Mystery', Pencurian 2 Nangka Milik Pejabat yang Penuh Satir
Untuk menghabiskan liburannya, Faraaz memutuskan untuk bertemu dengan dua temannya, Tarishi dan Abhinta yang sama-sama berkuliah di luar negeri, Amerika Serikat. Ketiganya memutuskan untuk nongkrong di sebuah kafe terkenal bernama Holey Artisan Bakery di kawasan Dhaka, Bangladesh, tempat dimana para ekspat dan orang-orang menengah ke atas berkumpul.
Nggak lama kemudian, tiba-tiba lima orang teroris datang sambil menembaki para pengunjung secara brutal. Tembakan tersebut menewaskan lebih dari 20 orang, diantaranya banyak orang asing.
Kelompok yang mengatasnamakan Islam tersebut dipimpin oleh pemuda bernama Nibras (Aditya Rawal) yang seolah terlihat kuat dan sadis, namun sebenarnya rapuh. Ia dan pelaku teroris lainnya adalah kaum berpendidikan yang merupakan korban pencucian otak atas nama agama Islam untuk melancarkan serangkaian aksi terorisme. Mereka memercayai pembunuhan tersebut akan membantu mereka masuk ke surga.
Film ini membuktikan kefanatikan agama tertentu lewat adegan dimana para teroris ini ‘menyelamatkan’ 13 orang sandera lainnya yang diminta untuk membuktikan identitas Muslim Bangladesh mereka lewat bacaan Surah yang diperintahkan.
Mereka disandera selama kurang lebih 12 jam tanpa kemungkinan selamat bahkan oleh pihak kepolisian yang gagal memegang kendali pada aksi brutal tersebut. Pada akhirnya petugas melibatkan Batalyon Aksi Cepat (RAB) dan SWAT untuk mengamankan para korban.
Faraaz adalah salah satu korban sandera yang berani menentang tindakan para teroris dan menolak dengan keras apa yang diinginkan oleh para pembunuh tersebut. Salah satunya, saat ia diminta untuk meninggalkan dua teman wanitanya saat terjadi serangan dan ditembak mati secara bersamaan.
Kematiannya dikenang sebagai sebuah penghormatan akan keberaniannya menentang perbuatan teroris dan mendapat penghargaan Internasional Memorial Bunda Teresa atas rasa kemanusiaannya. Ia memberikan contoh bagi dunia untuk berani menentang ketidakadilan. Meski mendapat kesempatan untuk selamat, namun ia memilih untuk tidak meninggalkan teman-temannya.
Dua karakter yang menonjol pada film ini adalah Faraaz dan Nibras yang sangat berseberangan. Faraaz berasal dari keluarga kaya raya yang cerdas dan bijaksana namun juga keras kepala dalam memutuskan sesuatu sesuai kata hatinya.
Sedangkan Nibras sebetulnya adalah seorang yang berpendidikan, namun ia adalah korban pencucian otak kaum radikal.
Lewat dialog keduanya, diketahui bahwa Faraaz dan Nibras saling mengenal dan sempat bermain sepak bola bersama saat di sekolah. Saat itu, Nibras diketahui sebagai murid yang cerdas dan menyenangkan sebelum akhirnya berubah sebagai seorang pembunuh yang nggak segan untuk menghabisi nyawa banyak orang.
Narasi intens keduanya berhasil mencuri perhatian, terlebih saat Nibras berusaha untuk mengklaim dan meyakinkan Faraaz bahwa dunia telah menghilangkan tradisi Islam sebenarnya dan percaya tindakannya adalah sebuah revolusioner untuk menyelamatkan umat Islam.
Sedangkan logika cerdas Faraaz mencoba menunjukkan apa kebenaran dalam Islam. Dialog-dialog yang ditampilkan sangat menarik dan menyinggung seberapa dangkalnya pengetahuan kaum radikal akan makna Muslim yang sebenarnya.
Film yang disutradari oleh Hansal Mehta menampilkan sejumlah bintang Bollywood yang cukup meninggalkan kesan dalam aktingnya. Sebut saja Zahaan Kapoor yang melayakkan debutnya sebagai aktor. Karakternya cukup apik dalam menggambarkan seseorang yang punya iman kuat mampu mengalahkan keputusasaan dan ketakutan saat menjadi korban sandera.
Belum lagi Aditya Rawal dengan peran antagonisnya. Pengembangan karakternya sebagai korban pencucian otak cukup menarik dan menonjol diantara lakon lainnya. Karakter Nibras yang semula terlihat pengecut, kemudian berubah menjadi seorang pemimpin kelompok yang sangat percaya diri dan kejam ketika bertindak sebagai teroris namun sebetulnya masih menyimpan ketakutan dan keraguan akan aksinya, terlebih saat ia menunjukkan sisi belas kasihannya terhadap para korban sandera.
Ia bahkan meminta petugas kafe tersebut untuk membuatkan makanan bagi korban sandera sebelum akhirnya mereka semua melaksanakan sholat bersama dan bertindak sebagai seorang ‘penyelamat’.
Akting Juhi Babbar juga nggak kalah keren. Sebagai ibu dari Faraaz, ia benar-benar menampilkan sisi emosional seorang ibu yang kehilangan anaknya. Meski berasal dari keluarga kaya raya yang bisa menggunakan cara apa pun demi kepentingan tertentu, namun kali ini dirinya menjadi tidak berdaya dan sangat putus asa saat cara tersebut tidak membuahkan hasil.
Meski film ini nggak semenegangkan Hotel Mumbai, tapi berhasil menguras emosi dan simpati tentang sebuah kefanatikan sistem yang diperjuangkan oleh kaum radikal dan perjuangan seorang anak muda dalam menentang tindakan terorisme dan ketidakadilan lewat sebuah dialog yang menyentuh.
Film ini awalnya ditentang oleh sebagian keluarga korban, karena dianggap mengingatkan kembali akan rasa trauma dan kesedihan tentang tragedi tersebut. Namun pada akhirnya film ini tetap ditayangkan dan sudah bisa ditonton di Netflix.
Happy watching!
Artikel Menarik Lainnya:
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk, bikin cerita dan konten serumu, serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: