Buat pecinta film yang sudah menyaksikan American Screenlife mystery thriller “Searching (2018)”, pasti menantikan sekuelnya yang berjudul “Missing”.
Kalau di film sebelumnya menceritakan seorang ayah yang mencari anaknya yang hilang, “Missing” menceritakan petualangan seorang remaja perempuan yang mencari jejak hilangnya sang ibu di negara lain. Film ini nggak ada kaitannya sama sekali dengan film terdahulu, jadi untuk penonton baru sangat bisa menikmati film ini tanpa menonton “Searching”.
Menariknya, genre film ini adalah salah satu bentuk dobrakan ditengah gempuran CGI yang hampir merajai seluruh perfilman Hollywood. Screenlife justru memberikan kesempatan baru bagi penonton seperti terlibat langsung dalam peristiwa film tersebut.
Film yang dibintangi Storm Reid, Nia Long, Tim Griffin, Amy Landecker, Daniel Henney ini diproduseri langsung oleh sutradara dan penulis naskah dari film “Searching”, yakni Aneesh Chaganty dan Sev Ohanian. Bahkan ide ceritanya juga berasal dari mereka berdua lho!
Baca juga: Review Lengkap Film 'Drifting Home', Pesan Dibalik Petualangan 6 Bocah
Sinopsis Film
Sinopsis film ini menceritakan seorang remaja perempuan bernama June (Storm Reid) yang kehilangan ibunya, Grace Allen (Nia Long). Misteri dimulai ketika June tengah dalam perjalanan menjemput ibu dan ayah tirinya, Kevin (Ken Leung) di bandara Los Angeles sepulangnya mereka dari liburan romantis di Kolombia.
Hampir sejam lebih June menunggu, tapi ibu dan ayah tirinya tidak juga turun dari pesawat. Instingnya mengatakan ada sesuatu yang nggak beres, ketika June nggak bisa menghubungi ibunya.
Pesannya tidak pernah terkirim, karena nomornya terlanjur nggak aktif. Ia kemudian menggunakan keahliannya pada sebuah laptop untuk mencari jejak digital ibu dan ayah tirinya. Pencarian pertamanya mengarahkannya pada sebuah hotel tempat Grace dan Kevin menginap.
Berdasarkan keterangan dari petugas hotel, diketahui kalau Grace dan Kevin memang menginap di situ tapi tidak pernah kembali dan semua barang bawaan masih tertinggal. June kemudian mencoba meminta rekaman CCTV hotel untuk mencari tahu.
Sayangnya rekaman tersebut akan segera dihapus, sementara June yang masih berumur 18 tahun nggak memungkinkan untuk melakukan solo traveling. Di sisi lain, sahabat ibunya yang merupakan pengacara bernama Heather (Amy Landecker) mencoba meminta bantuan pada kedutaan Amerika Serikat di sana.
Sayangnya, ada kesulitan saat memproses berkat tersebut sehingga menghalangi langkah pencarian. Namun salah satu agen FBI bernama agent Park (Daniel Henney) membantu June untuk mengusut kasus ini.
June yang geregetan menunggu proses pencarian sang ibu, kemudian berinisiatif untuk menyusuri jejak ibu dan ayah tirinya mulai dari email, pesan singkat, hingga pembelian dengan kartu kredit. Ia bahkan membajak akun media sosial ayah tirinya, yang dicurigai sebagai dalang dibalik hilangnya Grace.
Ia juga dibantu oleh sahabatnya Veena (Megan Suri) dan petugas jasa online Kolombia bernama Javi (Joaquim de Almeida) yang direkrut untuk membantu proses pencarian sang ibu.
Satu per satu petunjuk berhasil mereka temukan, termasuk fakta yang membuat June kaget sekaligus shock ketika mengetahui bahwa ayah tirinya, Kevin, adalah seorang mantan narapidana.
Hal ini yang membuat dirinya semakin yakin bahwa Kevin adalah pelaku penculikan. Namun, bukti CCTV yang berhasil mereka dapatkan menunjukkan kondisi sebaliknya. Jejak digital Grace dan Kevin selama berada di Kolombia justru menunjukkan bahwa keduanya telah diculik oleh sekelompok orang tak dikenal.
Kasus ini kemudian menjadi viral sehingga banyak petugas kepolisian, FBI, dan penyelidik lainnya yang turun tangan. Namun, mampukah mereka menemukan dalang penculiknya? Siapakah penculik Grace dan Kevin sebenarnya?
Baca juga: Review "Unlocked": Kisah Kengerian Smartphone Hilang, Sayang Karakter Kurang Dieksplor
Review Film
Review film ini menurut penulis, sutradara sekaligus scriptwriter Nicholas Johnson dan Will Merrick yang sebelumnya menjadi sinematografer sekaligus editor dari film “Searching” berhasil menampilkan jalan cerita yang lebih menegangkan.
Bukan cuma karena visualnya, tapi alur cerita dan plot twist yang nggak mudah ditebak bikin penonton ikutan terombang-ambing mencari siapa sebenarnya sang pelaku. Setiap kejadian benar-benar berhasil diceritakan dengan detail termasuk benang merah antar karakter yang bikin penonton nggak habis pikir.
1. Dipenuhi Ketegangan dan Bikin Deg-degan
Belajar dari film sebelumnya, penonton pun jadi mencurigai orang-orang terdekat yang berusaha untuk membantu pemain utama di sini. Meski kasusnya mirip dengan film terdahulunya yakni sama-sama kehilangan seorang anggota keluarga, tapi atmosfer ketegangan yang bikin deg-degan di film ini lebih terasa.
Penonton seolah nggak dikasih jeda untuk bernafas dan mengalihkan pandangannya. Film ini benar-benar membuat penonton fokus pada alur cerita dan setiap petunjuk yang ditemukan satu per satu.
Meski kebanyakan pemain hanya beradu akting dengan kamera saja untuk menggambarkan mereka sedang melakukan panggilan video, tapi akting para pemain di sini patut diacungi jempol. Ekspresi mereka terlihat natural, seperti layaknya menonton sebuah live vlog. Terutama pemain utama, Storm Reid yang memerankan June yang sangat mencuri perhatian.
2. Visual Produk Digital yang Detail
Banyak yang membandingkan “Missing” dengan film terdahulunya, “Searching”. Namun sutradara kali ini mampu memberikan visual yang beda dan jauh lebih ‘besar’ dibanding film sebelumnya.
Jika pada film “Searching” lebih sering menampilkan sisi wajah John Cho saat itu ketika sedang mengakses laptopnya, film “Missing” kali ini lebih banyak menampilkan layar gadget yang digunakan sehingga terasa seperti mengikuti ahli forensik digital.
Meski begitu, namun visualnya benar-benar detail dan sangat menyesuaikan pemain utamanya. Kalau di “Searching” John Cho yang memerankan David Kim saat itu menuliskan tiap petunjuk dalam sebuah excel yang tertata rapi, sedangkan Storm Reid menuliskan semua petunjuknya dalam sticky notes yang acak.
3. Menguak Sisi Emosional
Bukan cuma itu saja, penonton juga dibawa dalam sisi emosional anak remaja 18 tahun yang mencoba mencari ibunya. Misalnya saja, adegan dimana June merekrut petugas jasa online di Kolombia dengan harga murah senilai US$8 (Rp121 ribu) per jamnya.
Atau ketika karakter June merasa ragu ketika membajak pesan pribadi ibu dan ayah tirinya dalam sebuah aplikasi kencan. Begitu juga dengan beberapa typo saat chat yang umum terjadi, diperlihatkan dengan sangat natural dan bahkan membuat gelak tawa penonton.
Visual digitalnya benar-benar mendekati sempurna seperti layaknya kita mengakses internet, mulai dari mengisi captcha, log in ke sebuah akun, atau bahkan akses internet yang lemot. Kebiasaan-kebiasaan yang sering terjadi inilah yang berhasil ditampilkan oleh Nicholas Johnson dan Will Merrick ke layar yang membuat penonton benar-benar masuk ke dalam film.
Termasuk detail kualitas gambar yang ditampilkan dalam sebuah kamera CCTV, layar smartphone maupun laptop, unduhan YouTube, dan berita TV. Dijamin, penonton akan tersihir dengan alur cerita film ini. Stand-alone sekuel “Searching” ini bisa kamu nikmati mulai hari ini (22/2/2023) di bioskop kesayanganmu.
Artikel menarik lainnya:
- Review Film Sri Asih: Plot Cerita Menyimpan Banyak Kejutan dan Visual Memuaskan
- Review Film End Of The Road: Kisah Perjuangan Melindungi Keluarga dari Incaran Pembunuh
- Review Film 'Qodrat': Fix! Jadi Salah Satu Film Horor Terbaik Indonesia Tahun Ini
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: