Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk, bikin cerita dan konten serumu, serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
INDOZONE.ID - Pabrik Gula mungkin belum masuk daftar film horor paling menyeramkan tahun ini, tapi satu hal yang jelas, ini adalah langkah maju yang cukup signifikan dari rangkaian adaptasi cerita SimpleMan versi MD Pictures.
Pabrik Gula jadi bukti lain kepiawaian Awi Suryadi dalam meracik horor lokal yang bukan cuma bikin merinding.
Kali ini, sang sutradara mengemas kisahnya dengan sentuhan atmosfer yang pekat, dibumbui elemen mitologi dan ritual yang terasa kental di setiap adegannya. Bukan sekadar jumpscare, tapi teror yang dibangun pelan-pelan.
Baca Juga: Pabrik Gula di Posisi Pertama Disusul Jumbo di Posisi Kedua di 10 Hari Lebaran
Secara premis, film ini membawa cerita tentang sekelompok buruh musiman datang ke sebuah pabrik gula tua yang terletak di desa terpencil, berharap bisa memperbaiki hidup. Tapi harapan itu perlahan berubah jadi mimpi buruk, saat satu demi satu keanehan mulai bermunculan.
Kini, para pekerja tak lagi hanya fokus pada pekerjaan mereka harus mencari cara untuk bertahan hidup dan menemukan jalan keluar dari pabrik yang berubah jadi mimpi buruk.
Dari sisi alur, film ini punya kemiripan dengan KKN di Desa Penari, terutama dalam hal konflik dan cara penyelesaiannya. Tapi berkat sejumlah penyegaran dan eksekusi yang lebih matang.
Untuk menciptakan atmosfer horor yang makin menegangkan, Awi Suryadi memadukan berbagai pendekatan dalam membangun ketegangan.
Salah satunya adalah penggunaan rule-based horror konsep horor atau aturan main untuk menambah tensi.
Layaknya yang kita lihat di A Quiet Place atau It Follows, Pabrik Gula juga menghadirkan dunia dengan aturan-aturan ketat. Penonton dibuat paham sejak awal bahwa setiap pelanggaran akan berujung pada konsekuensi yang mengerikan.
Film ini juga menghubungkan teror dengan sejarah kelam seperti eksploitasi masa lalu atau ketika para buruh yang dijadikan tumbal menambah vibes film menjadi makin mencekam.
Secara visual, Pabrik Gula mampu menghidupkan atmosfernya lewat pemanfaatan lokasi yang autentik.
Suasana pabrik lama yang dipenuhi mesin berkarat, suara-suara mekanis yang seolah terus bergema, serta pencahayaan temaram yang menciptakan bayangan samar membangun kesan bahwa ada sesuatu yang diam-diam mengawasi.
Nuansa horor dalam film ini terasa sangat hidup dan menghantui. Pilihan angle kamera dan penataan komposisi adegan dilakukan dengan presisi, menciptakan efek visual yang memberi tekanan psikologis, membuat penonton ikut tenggelam dalam rasa was-was dan ketegangan.
Salah satu elemen yang bikin tensi di Pabrik Gula makin terasa adalah scoring dan sound design-nya yang megah dan intens. Dentuman scoring yang dramatis, efek suara yang bikin dada sesak, ditambah permainan frekuensi yang pas banget, sukses bikin suasana makin tegang dari awal sampai akhir.
Seperti film horor pada umumnya, Pabrik Gula juga nggak lupa menyelipkan jumpscare beberapa di antaranya cukup berhasil bikin kaget dan efektif di momen-momen tertentu.
Dari sisi akting, para pemeran tampil cukup solid. Salah satu yang mencuri perhatian tentu Wavi Zihan, terutama di bagian klimaks, di mana penampilannya benar-benar standout.
Namun sayangnya, ada satu hal yang terasa kurang: pendalaman karakter. Padahal secara alur, konflik dan emosi para tokohnya cukup padat dan intens.
Tapi karakter-karakternya terasa kurang diberi ruang untuk berkembang, bahkan latar belakang dan motivasi mereka pun belum tergali maksimal.
Baca Juga: Review 'Pabrik Gula': Film yang Mengajarkan Hukum Tabur Tuai dengan Balutan Mistis
Meski begitu, Pabrik Gula tetap jadi tontonan horor yang seru buat disimak, Kombinasi antara ketegangan dan humor yang cukup kental bikin film ini cocok banget buat jadi hiburan ringan tapi tetap menegangkan.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk, bikin cerita dan konten serumu, serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Amatan