Adegan di film Gowok Kamasutra Jawa. (Handout)
INDOZONE.ID - "Gowok: Kamasutra Jawa" merupakan karya terbaru dari sutradara Hanung Bramantyo yang mengangkat tema berani dan belum banyak dieksplorasi dalam perfilman Indonesia, yaitu seksualitas dalam konteks budaya Jawa.
Film ini mengangkat kembali praktik kuno bernama gowok—perempuan lajang yang memiliki tugas memberikan pemahaman tentang cinta dan hubungan intim kepada calon suami sebelum pernikahan.
Berlatar di Bumiayu antara tahun 1955 hingga 1965, cerita dimulai dengan sosok Nyai Santi, seorang gowok ternama yang dipercaya untuk membimbing Kamanjaya, anak bangsawan muda yang akan segera menikah.
Baca Juga: Film Gowok Kamasutra Jawa Bikin Tayang 2 Versi 17+ dan 21+, Ini Alasannya
Namun, alur cerita berubah ketika Kamanjaya justru jatuh hati pada Ratri, anak angkat sekaligus murid utama Nyai Santi, yang tengah dipersiapkan menjadi penerus ilmu gowok dan dituntut untuk tetap hidup melajang.
Hanung secara halus menyisipkan kritik sosial terhadap nilai-nilai patriarki, dengan menampilkan perempuan sebagai tokoh sentral yang memiliki kuasa atas tubuh dan pilihan hidupnya.
Film ini juga memperkenalkan sisi sejarah alternatif melalui pembentukan komunitas perempuan bernama Respati, yang digambarkan sebagai embrio dari Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), serta menghadirkan representasi gender nonkonvensional lewat karakter Liyan, anak angkat laki-laki Nyai Santi yang feminin dan tampil berbeda dari norma budaya umum.
Dengan gaya visual yang khas dan penggunaan bahasa Jawa ngapak, film ini menyajikan narasi yang menggabungkan unsur pendidikan seksual, pemberdayaan perempuan, serta pelestarian budaya dalam balutan cerita yang peka, berani, namun tetap menjaga nilai estetika.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: