Adegan film Escape From Mogadishu. (Photo/Soompi)
Film aksi-drama “Escape from Mogadishu” kini telah rilis di bioskop beberapa waktu lalu. Namun, tidak ada yang tahu apa alasan kenapa film ini menjadi salah satu cerita yang cocok untuk ditonton.
Singkatnya, film tersebut melakukan misi ambisius ke dalam upaya kedua Korea untuk mendapatkan izin masuk ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di tengah-tengah kedua belah pihak yang saling bentrok, konflik pecah di kawasan itu dan menjerumuskan kedua kubu ke dalam situasi destabilisasi dengan cepat yang menyerukan upaya bersatu untuk melarikan diri dari negara yang porak-poranda itu. Untuk itu, ini 3 alasan mengapa Kamu harus nonton film tersebut.
Latar belakang film ini adalah Perang Saudara Somalia, peristiwa nyata dalam sejarah yang berakar pada perlawanan sipil terhadap pemerintahan junta militer yang dipimpin oleh Siad Barre di tahun 80-an.
Di balik gambaran sekelompok militan yang suka memicu kemarahan, terdapat sepotong sejarah berdarah yang menggarisbawahi gejolak yang dialami rakyat.
Baca juga: Kabosu, Anjing Peliharaan Berusia 16 Tahun yang Menginspirasi Meme dan Dogecoin
Korea Selatan dan Korea Utara merupakan negara bersaudara yang sampai saat ini masih bersitegang. Cerita ini memperlihatkan geopolitik konfrontatif mengambil nada yang lebih tenang saat mereka berdesak-desakan untuk mendapatkan dukungan politik di negeri yang jauh dari mereka sendiri.
Permainan kekuasaan antara kedua kubu dimulai dan diakhiri dengan sabotase kecil tanpa korban besar. Meskipun demikian, penonton masih dapat melihat permusuhan dan kecurigaan mendalam yang dimiliki masing-masing pihak.
Cerita tersebut juga memperlihatkan bagaimana kedua kelompok kesulitan untuk mencari tempat aman, sementara harus melarikan diri dari Somalia. Kedua belah pihak dipaksa untuk mengumpulkan sumber daya yang tersedia dalam upaya bersatu untuk melarikan diri.
Kedua duta besar Korea tersebut mengambil keputusan untuk berhenti saling bermusuhan karena pertimbangan kemanusiaan. Mereka sepakat bekerja sama karena khawatir anak-anak menjadi korban peperangan tersebut.
Bukan teman, tapi juga bukan musuh, adegan perpisahan menjadi bukti persahabatan yang telah diunggulkan melalui situasi hidup dan mati. Dengan jabat tangan di mana-mana, rasa tidak hormat yang dimiliki kedua duta besar satu sama lain juga menjadi jelas, dan begitu juga keniscayaan bahwa jalan mereka kembali ke jalur yang berbeda.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: