Rizky Nazzar di Satria Dewa Gatotkaca. (IMDB).
Film 'Satria Dewa: Gatotkaca' merupakan film pertama dari rumah produksi Satria Dewa Studio sekaligus membuka semesta baru untuk superhero lokal yang diadaptasi dari kisah pewayangan nusantara.
Dari pertama kali digaungkan, banyak yang berharap bahwa film ini akan membawa angin segar di dunua perfilman Tanah Air. Apalagi melihat trailernya yang terasa memiliki CGI dan visual effect yang mumpuni.
Film ini diarahkan sutradara Hanung Bramantyo yang bekerja sama dengan produser Celerina Judisari.
Satria Dewa: Gatotkaca dibintangi oleh Rizky Nazar, Yasmin Napper, Sigi Wimala, Cecep Arief Rachman dan Omar Daniel. Selain itu, Yayan Ruhian, Axel Matthew, Butet Kertaradjasa, Indra Jegel, Rigen, Gilang Bhaskara, Max Metino, Luis Jocom dan Nizam Tazkia juga akan membintangi Satria Dewa: Gatotkaca.
Kisah dimulai pada 2006, ketika Arimbi (Sigi Wimala), Ibu dari Yuda (Jordan Omar) ditinggal seorang diri di Bukit Tetuka oleh suaminya, Pandega (Cecep Arif Rahman). Kepergian sang ayah membuat mereka diserang pasukan Kurawa yang ingin merebut benda pusaka bernama Brajamusti.
Naas, sang adik dari Arimbi justru tewas, sementara Arimbi yang terlindungi oleh benda pusaka tersebut berhasil lolos.
Bertahun-tahun kemudian, Astinapura diramaikan dengan teror seorang pembunuh berantai kejam. Salah satu korbannya adalah Erlangga (Jerome Kurnia), sahabat Yuda (Rizky Nazar) yang kini sudah dewasa.
Ternyata kematian Erlangga membuka tabir tentang adanya gen pandawa dan gen kurawa yang telah berada di kota tersebut sekaligus mempertemukan dirinya dengan Agni (Yasmin Napper). Selain itu, para korban pembunuh berantai tersebut ternyata adalah gen pandawa yang dimusnahkan untuk membalas kekalahan Kurawa di perang Baratayudha.
Saat ibunya diserang, Yuda pun mendapat wasiat untuk menjaga pusaka brajamusti yang ditakdirkan untuknya. Pusaka itulah yang nantinya membuatnya berubah menjadi jelmaan Gatotkaca untuk melindungi gen pandawa dari Kurawa yang dipimpin Aswatama.
Kemunculan Satria Dewa Gatotkaca sebagai film superhero sebenarnya cukup menjanjikan lantaran ide dan kreasi untuk menggambarkan kota Astinapura yang menukil inspirasi dari mitologi wayang perang Baratayudha.
Ditambah dengan konsep cerita pembunuh berantai yang mengincar gen pandawa menjadi nuansa misterius dalam ceritanya. Hal ini harusnya menjadi sebuah suguhan yang menarik bila ditulis dengan detail yang baik dan menambahkan pendalaman karakter yang mampu membangkitkan kepedulian penonton.
Sayangnya, meski konsepnya menarik dan menjanjikan ekseskusi dalam penulisan dan adegan sangat jauh dari harapan.
Salah satu kendalanya terlalu banyak karakter yang dimasukkan, terutama adanya tim Satria Dewa Project yang seharusnya bisa diganti dengan cerita hubungan antara Yuda dan ibunya atau Yudha dengan Erlangga. Bahkan dengan membuat dalam cerita dasar kebencian Yuda kepada ayahnya harusnya bisa diangkat.
Selain itu, fokus cerita yang ingin memasukkan pembunuh berantai seharusnya bisa lebih banyak diangkat, ketimbang harus memasukkan adegan karakter Dananjaya, Gege, dan ibunya.
Entah mereka terlalu terburu-buru ingin menampilkan tim superhero seperti layaknya Avengers dan Justice League, sehingga pendalam karakter Yuda kurang tergali sehingga empati penonton untuk peduli dengannya itu tak ada.
Tentu saja yang paling harus dikritik adalah product placement yang membuat banyak penonton geram bahkan merendahkan film ini.
Rating Satria Dewa Gatotkaca: 6,5/10
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: