Salah satu adegan di Bullet Train. (Imdb).
Tokyo kembali menjadi salah satu latar kota di film Hollywood. Salah satu yang terbarunya adalah 'Bullet Train' karya sutradara David Leitch.
Sesuai judulnya, film yang dianggakt dari novel 'Maria Beetle' mengambil latar bukan di pusat kota Tokyo, melainkan di sebuah perjalanan antarkota dengan menggunakan kereta peluru atau kereta cepat dari Tokyo ke Kyoto.
Film ini dibintangi oleh Brad Pitt, Hiroyuki Sanada, Aaron Taylor-Johnson, Brian Tyree Henry, dan beberapa aktor lainnya.
Mengutip Antara, film berfokus pada Ladybug (Brad Pitt), seorang mantan pembunuh profesional yang baru-baru ini menghadiri terapi, dan kembali bekerja dengan sikap optimistis dan positif dari sebelumnya.
Dia ditugaskan oleh manajernya, Maria Beetle, untuk menyelesaikan tugas sederhana: mencuri sebuah tas di dalam kereta peluru tersebut. Ladybug awalnya enggan, karena ia merasa memiliki nasib buruk setiap ia mendapatkan pekerjaan.
Tanpa sepengetahuan Ladybug, ternyata di dalam kereta tersebut terdapat sejumlah pembunuh lainnya, yaitu pembunuh bayaran bersaudara Tangerine (Aaron Taylor-Johnson) dan Lemon (Brian Tyree Henry).
Keduanya telah ditugaskan oleh The White Death (Michael Shannon), kepala sindikat kejahatan terbesar di dunia, yang pada hari ini telah menguasai dunia kriminal Jepang seutuhnya.
Selain itu, ada juga The Prince (Joey King) yang menjebak Yuichi Kimura (Andrew Koji), untuk membantunya mengambil tas tersebut serta memuluskan rencana terselubungnya. Kimura merupakan anak dari The Elder (Hiroyuki Sanada), mantan anggota yakuza yang dulunya berkuasa di Jepang.
Ada juga The Wolf (Bad Bunny) yang mencari pelaku dan membalas dendam atas kematian istrinya dan seluruh kartelnya. Serta ada juga The Hornet (Zazie Beetz), seorang pembunuh yang lihai menggunakan racun.
Para pembunuh bayaran ini berusaha mendapatkan tas misterius tersebut, sambil mencari tahu siapa dan apa yang membuat mereka akhirnya berjuang mempertahankan nyawa di dalam kereta cepat itu.
Upaya Leitch untuk menyatukan aksi brutal, humor, dan drama menyentuh pun bisa dibilang cukup berhasil. Terdapat beberapa adegan dan dialog yang sesekali mengaduk perasaan.
Hanya saja, durasi film selama 2 jam agaknya tidak bisa menjelaskan latar belakang dan motif sederet karakter ini dengan dalam.
Namun, para aktor yang memerankan tokoh-tokoh utama dalam film ini mampu memiliki spotlight mereka. Salah satu yang tak bisa dilupakan adalah duo Taylor-Johnson dan Henry yang masing-masing memerankan Tangerine dan Lemon.
Seperti di dalam novel, Lemon menyukai serial animasi "Thomas the Tank Engine". Obsesinya yang besar pada animasi tentang kereta api tersebut menimbulkan tingkah dan guyonan yang mengocok perut.
Ditambah dengan dinamika dan aksinya bersama Tangerine, semakin membuat duo ini begitu menyegarkan dan mudah dinikmati -- seperti layaknya segelas es jeruk dan lemonade.
Aksi Pitt sebagai pembunuh bayaran yang mencoba menghadapi dunianya kelam dengan pikiran positif, menjadi sebuah trope baru yang berbeda dan komedik. Meski demikian, aksi Pitt yang menjalankan berbagai adegan stunts sendiri, juga menjadi nilai plus film ini.
Film ini juga kembali dengan plot device klasik MacGuffin. Macguffin sendiri adalah istilah yang dipopulerkan oleh Alfred Hitchcock, sang sutradara. Istilah ini mengacu kepada karakter dalam fiksi yang memburu suatu benda, padahal benda tersebut tidaklah penting atau tidak relevan bagi cerita.
Dalam cerita ini, MacGuffin yang dimaksud adalh tas misterius yang diperebutkan tersebut. Sifatnya mirip dengan koper yang ada di 'Pulp Fiction' atau batu-batu Infinity Stone di Avengers.
Hal menarik lainnya dari "Bullet Train" adalah perpaduan bahasa Inggris dan Jepang yang bisa ditemukan di sepanjang film. Selain menegaskan latar, berbagai istilah, dialog, budaya pop (pop culture), dan huruf kanji yang disematkan pun menambah wawasan menarik bagi audiens, terutama mereka yang sebelumnya sudah familier dengan Jepang.
Banyak istilah dan budaya pop Jepang lainnya yang bisa diulik sepanjang film ini, dan pastinya menyenangkan bisa belajar berbagai hal unik melalui sebuah film.
Secara keseluruhan, "Bullet Train" bisa menjadi pilihan tontonan bioskop yang ringan, mengasyikkan, namun juga menegangkan! Perlu diingat bahwa film ini cocok untuk ditonton oleh mereka yang berusia 17 tahun ke atas.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: