Rabu, 07 JUNI 2023 • 08:53 WIB

Review ‘The Boogeyman’, Horor Masa Kecil Adaptasi Stephen King yang Dikemas Epik!

Author

Adegan di film

Freddy Krueger, Michael Myers, Jeepers Creepers, dan Jason Voorhees mungkin saja jadi ikonik film horor sepanjang masa. Tapi masih ingatkah kalian dengan sosok monster yang merayap dalam gelap di bawah tempat tidur atau dalam lemari bajumu? Terornya berhasil menyebarkan ketakutan masa kecil untuk mematikan lampu saat tidur. 

Kali ini sutradara Rob Savage mengadaptasi kisah pendek karya raja horor, Stephen King, The Boogeyman (1973), yang menceritakan tentang sosok monster yang tinggal dalam bayangan. Menggandeng duo penulis A Quiet Place, Scott Beck dan Bryan Woods bersama Mark Heyman yang menyusun Black Swan, film The Boogeyman mampu memaksimalkan kisah horor sederhana dari masa kanak-kanak dengan formula yang penuh ketakuan.

Sinopsis The Boogeyman

Adegan di film "The Boogeyman". (Dok. Disney Indonesia).

Cerita dimulai ketika Sadie Harper (Sophie Thatcher) dan Saywer Harper (Vivien Lyra Blair) baru saja kehilangan ibu mereka akibat sebuah kecelakaan. Diliputi rasa sedih yang mendalam, keduanya berusaha untuk mencari perhatian pada ayahnya, Will Harper (Chris Messina) yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang psikiater. 

Suatu hari, ayahnya tiba-tiba kedatangan seorang pasien yang ingin melakukan konsultasi bernama Lester Billings (David Dastmalchian). Ia mengaku telah diikuti sosok monster yang mengakibatkan kedua anaknya terbunuh. Mendengar kesaksian tersebut, Will kemudian menghubungi polisi karena menganggap Lester dalam kondisi depresi berat dan berbahaya.

Adegan di film "The Boogeyman". (Dok. Disney Indonesia).

Sayangnya, belum sempat polisi mendatangi rumah mereka, Sadie yang saat itu tengah berada di rumah secara tidak sengaja menemukan Lester Billings yang telah meninggal dalam kondisi aneh. Sejak saat itu pula, keluarga Harper kerap mengalami kejadian horor.

Sang adik, Sawyer, yang takut gelap sering diganggu oleh sosok yang tinggal dalam bayangan atau disebut Boogeyman. Monster ini kerap bersembunyi di dalam lemari miliknya atau kolong tempat tidur yang gelap dan tiba-tiba muncul untuk menakuti dirinya. Begitu juga dengan Sadie yang karena suatu kejadian, akhirnya mengalami hal serupa dari makhluk yang berusaha membunuh keluarganya. 

Alih-alih berusaha mendengar kedua anaknya, Will justru menolak untuk mempercayai cerita tersebut dan memilih mengantarkan anaknya pada sebuah sesi konseling. Sementara itu, kemunculan  makhluk tersebut semakin sering datang dan bersiap untuk memangsa mereka setelah lampu dimatikan.

Satu-satunya jalan keluar adalah dengan mencari cara membunuh makhluk kejam tersebut sebelum ia dan keluarganya dibunuh.

Sinematografi dan musik scoring yang menegangkan 

Adegan di film "The Boogeyman". (Dok. Disney Indonesia).

Sutradara Rob Savage berhasil menampilkan cerita horor yang menegangkan tanpa jumpscare yang lebay. Meski tidak ada yang terlalu beda dengan pola cerita Stephen King – monster pemakan manusia dalam kegelapan yang berada dalam lemari baju atau kolong tempat tidur – tapi eksekusi cerdas  tampilan cahaya dan bayangan yang selalu menandai munculnya hantu nokturnal ini memberikan perspektif dan atmosfer yang menyeramkan sampai ke kursi penonton. Setidaknya, banyak yang menonton sambil tutup mata demi menghindari jumpscare yang membuat lompat dari bangku. 

The Boogeyman punya unsur yang menarik, karena memberikan pengalaman penonton untuk ikut merasakan ketakutan dalam film lewat eksekusi yang rapi dan modern. Dominasi unsur visual yang gelap dan hanya dipenuhi cahaya remang-remang, seolah mengembalikan ketakutan masa kecil kita akan ruangan gelap dengan kemungkinan munculnya monster jahat yang mengerikan. Pengalaman ini seolah menjelaskan juga mengapa sudut ruangan rumah yang gelap itu bisa menciptakan imajinasi mengerikan bagi sebagian orang. 

Apalagi setelah sosok Boogeyman muncul di layar lebar dan berhasil bikin penonton kaget. Meski wujud monster ini tidak langsung ditampakkan dari awal bahkan kemunculannya tidak terlalu sering seperti film horor lainnya, justru berhasil membuat penonton ikut berimajinasi dan merasakan pengembangan rasa takut dan cemas. Mulai dari kemunculan bayangan yang merayap, lalu terlihatnya sepasang mata yang tampak mengerikan dan sampailah pada wujud asli Boogeyman yang benar-benar menyeramkan. 

Ditambah musik scoring yang menjadi pengiring adegan kemunculan sang monster, menambah efek yang mengerikan. 

Mengajarkan tentang menerima dalam kehilangan

Adegan di film "The Boogeyman". (Dok. Disney Indonesia).

 

Duo penulis A Quiet Place, Scott Beck dan Bryan Woods bekerjasama dengan penulis Black Swan, Mark Heyman, berhasil menuangkan cerita horor berbalut kesedihan. Sekali lagi, penonton bukan hanya ikut merasa takut tapi juga memahami kesedihan yang dialami Will dan anak-anaknya pasca kematian istrinya.

Seorang ayah yang sebetulnya perhatian namun berusaha menutupi perasaan sedih dan kehilangan di depan kedua putrinya. Sementara kedua anaknya yang berusaha mendapatkan perhatian ayahnya namun gagal karena terlalu sibuk sehingga mengobati rasa kehilangan dengan sendirinya. 

Hal ini sangat relate dalam kehidupan sehari-hari tanpa perlu adanya adegan horor, tapi justru itulah kekuatan trio penulis ini dalam menyihir sebuah konflik sebagai benang merah keseluruhan film. 

Tidak seperti film-film horor pada umumnya, The Boogeyman terasa mempunyai alur yang agak lambat. Rob Savage seolah tidak ingin membuang amunisi CGI-nya dengan menampilkan sosok Boogeyman terlalu sering. Meski begitu, penonton justru penasaran dan menikmati alurnya. Terlebih, untuk sebagian penonton yang mungkin tidak terlalu suka dengan adegan jumpscare tak berarti, The Boogeyman cocok menemani akhir pekanmu!

Sayangnya, kaitan teknologi modern dengan monster yang dikatakan sangat membenci cahaya ini agaknya sedikit terabaikan. Misalnya, kemudahan-kemudahan yang bisa dilakukan dengan menggunakan senter ponsel untuk menakuti makhluk tersebut ketimbang menggunakan sebuah korek api.
 
Well, secara keseluruhan jalan cerita The Boogeyman cukup menarik dengan beberapa konflik yang dimunculkan sejak awal. Bukan saja mengenai konflik yang fokus pada sisi horornya, namun juga sisi humanis yang mengajarkan manusia untuk menerima dan merelakan kematian seseorang. 

Selama 1 jam 38 menit berlalu, keberadaan Boogeyman berhasil mengisi saat-saat dan perasaan takut seseorang yang menjelaskan mengapa keluarga Harper menjadi ‘santapan manis’ monster tersebut. 

Film The Boogeyman sendiri rencananya akan ditayangkan di bioskop Indonesia mulai 9 Juni 2023. Happy watching!

Artikel Menarik Lainnya:


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini .

Z Creators

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: