INDOZONE.ID - Dirty Vote merupakan dokumenter yang dibintangi oleh tiga ahli hukum tata negara, yang mengungkap berbagai instrumen kekuasaan. Film ini dirilis pada Minggu (11/2/2024) melalui kanal youtube 'Dirty Vote'.
Dalam cerita, para penguasa memanfaatkan kekuasaannya untuk memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi Indonesia. Pemilik kekuasaan yang kuat ini tanpa malu mempertontonkan kecurangan secara gamblang.
Tokoh pertama yang membintangi dokumenter ini ialah Zainal Arifin Mochtar. Dia merupakan Dosen Hukum Tata Negara UGM, yang pernah menjadi anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tahun 2007. Zainal juga bergabung menjadi anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Dalam pembukaan film, Zainal menyatakan bahwa film ini dapat dijadikan landasan untuk para penonton melakukan penghukuman. Dia menjelaskan tentang skandal wacana pemilu satu putaran.
Wacana ini muncul karena adanya paslon yang selalu memimpin dalam berbagai lembaga survei. Namun, disampaikan bahwa dua putaran ini tidak selalu menguntungkan dilihat dari kasus Pilkada DKI Jakarta sebelumnya.
Baca Juga: Celine Dion Ceritakan Perjuangannya Melawan Sindrom Kaku Lewat Film Dokumenter
Tokoh kedua yaitu Feri Amsari, yang merupakan Dosen di Universitas Andalas, serta pengamat hukum tata negara. Dia juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Melalui film Dirty Vote, Feri ingin memberikan ilmu kepada masyarakat bagaimana politisi telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongannya.
Dia menyatakan bahwa esensi pemilu adalah rasa cinta tanah air. Jika kecurangan pemilu dibiarkan, maka sama seperti merusak bangsa Indonesia. Dia juga menyatakan bahwa kekuasaan ada batasnya dan tidak ada yang abadi.
Tokoh terakhir yang berpartisipasi dalam dokumenter ini adalah Bivitri Susanti, yang merupakan salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Lembaga ini didirikan dengan tujuan penelitian dan advokasi reformasi hukum, yang dipicu oleh peristiwa Mei 1998.
Bivitri menyatakan demokrasi tak hanya dimaknai oleh terlaksananya pemilu dan hasil perhitungan suara. Tetapi bagaimana pemilu berlangsung dan proses pemilu yang adil sesuai nilai konstitusi.
Dia juga mengangkat masalah penyalahgunaan kekuasaan karena nepotisme, haram hukumnya dalam negara demokratis. Dia meminta masyarakat untuk jangan mendiamkan kecurangan yang terlihat jelas atas nama kelancaran pemilu.
Film dokumenter ini diakhiri oleh pernyataan ketiga ahli hukum tersebut. Feri Amsari menyatakan bahwa kecurangan ini tidak direncanakan hanya dalam semalam, dan tidak didesain sendirian.
Dilanjut oleh pernyataan Zainal, bahwa persaingan politik dan perebutan kekuasaan yang disusun bersama-sama kini digerakkan oleh satu pihak pemegang kunci.
Kemudian ditutup oleh pernyataan Bivitri, bahwa skenario kecurangan pemilu telah dilakukan oleh rezim di banyak negara.
Writer: Putri Octavia Saragih
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: YouTube/DirtyVote