INDOZONE.ID - Terungkapnya aksi Yudha Arfandi (YA) yang diduga menenggelamkan Dante (6), putra selebgram Tamara Tyasmara membuat polisi menaikkan penyidikan dan status Ya menjadi tersangka. Untuk itu, polisi disarankan untuk melibatkan beberapa pakar, termasuk pakar ekspresi dan body Languange.
Seperti yang diungkapkan salah satu pakar lie detector dan body languange, Handoko Gani, polisi perlu melibatkan para pakar untuk mempelajari ekspresi dan bahasa tubuh tersangka YA dan korban yang bisa dilihat dari CCTV.
"Polisi perlu melibatkan ahli Body Language pada CCTV kejadian. Apakah ada ekspresi wajah dan gestur yg menunjukkan kemarahan YA? Bagaimana dengan anak perempuannya, ekspresi takut? Bagaimana dengan korban, Dante, apakah dia sudah berontak tapi YA tidak peduli dan terus lanjut? Bagaimana body language YA setelah tau Dante terkulai pingsan?," kata Handoko Ghani saat dihubungi Indozone via Whatsapps, Minggu (11/2/2023).
Baca Juga: Warganet Bandingkan Foto Tamara Tyasmara dan BCL saat Berduka: Kayak Simulasi Lebaran
Menurut Handoko, jawaban dari pertanyaan tersebut nantinya yang bisa menjerat sosok YA serta memberatkan hukumannya.
"Nah, jawaban terakhir itulah yang bisa menjerat YA. Korban sudah melawan, YA masi terus melanjutkan. Namun, kalo tanpa ekspresi Body Language intens yang seperti ngenyek menertawakan atau marah-marah, maka YA bisa membela diri sebagai ketidaktahuannya. Ia lebih ringan dihukum," lanjut Handoko.
Berdasarkan keterangan polisi, YA mengaku apa yang terlihat di CCTV adalah upaya dirinya mengajarkan korban latihan pernapasan dalam rangka belajar berenang. Namun beberapa publik menyebutkan bila YA memperlihatkan gerak-gerik mencurigakan dan menduga bila ia sengaja meneggelamkannya.
Baca Juga: Komedian Uus Kesal Disebut Beragama Kristen: Sini Cek CCTV Gue, Yuk!
Handoko pun menyebutkan saat ini kejadian yang dialami mendiang dari poutra Tamara Tyasmara tersebut adalah kecelakaan dan kelalaian yang membuat orang lain meninggal, sengaja membunuh atau merencanakan pembunuhan.
"Kecelakaan. Kecuali ada bukti. Misalnya ada jejak kebencian, baik itu dari ekspresi body language, digital sperti wa atau telp, percakapan langsung yg terekam atau ada yang mendengarkan, jejak tulisan hingga pengakuannya sendiri," kata Handoko.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Wawancara Langsung