Dalam perjalanan dakwahnya, Syekh Kabbani terus berpesan untuk membangun ketahanan masyarakat terhadap ekstremisme kekerasan, kepada para pemimpin Muslim di seluruh dunia dari Afghanistan hingga Inggris.
Kritiknya terhadap ekstremisme sempat menuai kontroversi di antara beberapa Muslim Amerika.
Syekh Kabbani menempuh pendidikan teknik kimia dari Universitas Amerika di Beirut, Lebanon. Ia kemudian belajar ilmu kedokteran di Belgia.
Perjalanan intelektual Syekh Kabbani, kemudian mengantarkannya di Fakultas Hukum Universitas Damaskus, Syria.
Sementara itu, perjalanan spiritual Kabbani yang lebih menonjol mengantarkannya hingga memimpin Thariqat Naqsabandi Haqqani di Amerika.
Sebagai seorang pemimpin muslim di negeri adidaya tersebut, Syekh Kabbani kerap terlibat dalam sayap dakwah internasional.
Tercatat, ia pernah menjadi pembicara dan peserta pada pertemuan internasional di sejumlah negara seperti di Spanyol, Malaysia dan Indonesia.
Baca Juga: Kabar Duka, Ibu Ham Eunjung T-ara Meninggal Dunia
Pada tahun 2003, Syekh Qabbani hadir dalam pertemuan dengan ribuan umat Islam di Masjid Istiqlal Jakarta.
Kemudian pada 2012, Royal Islamic Strategic Studies Centre memasukkan Syekh Kabbani menjadi salah satu dari 500 Muslim paling berpengaruh.
Keluarga Al-Kabbani adalah salah satu keluarga Muslim tertua di Beirut. Menurut ahli silsilah keluarga, silsilah mereka berasal dari Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Syekh Kabbani memiliki keterikatan yang kuat dengan Nahdlatul Ulama. Pada tahun 2002, dalam penutupan the International Conference of Islamic Scholars (ICIS) di JCC, Jakarta, Syeikh Kabbani memberikan pernyataan bahwa dirinya adalah bagian dari Nahdlatul Ulama.
Penulis: Hilwah Nur Puspitawati
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Wikipedia, NU Online