Rani adalah pemenang The Oram Award 2022, di Inggris. Ia dikenal karena karyanya yang banyak mengangkat lanskap bunyi Indonesia, kritik terhadap perubahan ekologis, dan penciptaan instrumen musik berbasis budaya seperti Kincia Aia (kincir air).
Dengan pengalamannya merekonstruksi tradisi Minangkabau melalui musik elektroakustik, Rani cukup berhasil menjembatani akar budaya dan inovasi teknologi.
“Dalam karya Panjago, instrumen utama berasal dari suara yang dihasilkan oleh setiap gerakan silek yang dilakukan Hario, yang ditangkap oleh sensor kamera, dan diolah menjadi nada dan ritme,” kata Rani, yang sering dijuluki sebagai seniman perempuan pemburu bunyi, karena berbagai aktivitasnya dalam merekam suara-suara.
Panjago disusun sebagai narasi seni musik dan pertunjukan dalam tiga tahap yang masing-masing mengangkat filosofi utama silek.
Pada tahap pertama, suara tubuh Hario menjadi pusat. Bunyi napas, hentakan kaki, hingga gesekan kain “diperdengarkan” secara langsung dalam konteks sebuah bentuk latihan silek.
Di sini, audiens juga diperkenalkan pada lanskap suara Minangkabau yang otentik, seperti suara hutan malam, suara adzan dari kejauhan, hingga senyapnya suasana nokturnal.
Tahap kedua menjadi wilayah transisi antara tubuh dan teknologi. Gerakan silek Hario yang ditangkap oleh kamera sensor menjadi pemicu suara elektronik yang diciptakan secara interaktif oleh Rani.
Filosofi silek pada tahap ini adalah "menunjukkan ego", mengindikasikan eksplorasi gerakan silek yang fokus pada demonstrasi kekuatan, ketangkasan, atau ekspresi diri melalui gerakan, yang kemudian direspon dengan suara elektronik dari instrumen musik digital yang digarap Rani, sebagai feedback atau interpretasi sonik untuk setiap gerakan silek Hario.
Tahap ketiga adalah improvisasi. Hario bermain-main dengan gerakan silek-nya untuk mengintegrasikan suara elektronik yang telah dihasilkan sebelumnya.
Ia bereaksi terhadap suara elektronik dengan gerakan baru, atau sebaliknya, gerakannya memicu improvisasi lebih lanjut pada suara elektronik.
Pada tahap ini, Rani Jambak dan Scott Wilson melakukan improvisasi musik secara langsung (live) dengan musik digitalnya. Mereka menciptakan musik secara spontan, merespons gerakan Hario.
Scott Wilson, profesor kelahiran Canada yang juga direktur dari BEAST, masuk dalam “arena improvisasi” menggunakan teknik musik live coding.
Dalam teknik dilakukannya itu, Scott menulis dan memodifikasi coding secara langsung real time untuk memanipulasi suara dari frekuensi instrumen talempong batu, sebuah alat musik tradisional Sumatera Barat.
Pada tahap puncak ini terjadi proses pengendalian ego, dari pelepasan fokus pada demonstrasi individu mengarah ke interaksi kolektif. Itulah filosofi silek.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Pers Rilis