Di panggung, masing-masing seniman melepas egonya dan melakukan interaksi kolektif berupa improvisasi.
Secara keseluruhan, struktur musikal Panjago terbangun dari elemen-elemen musik digital Rani, musik live coding Scott, dan suara lanskap dari gerak silek Hario beserta visual gerakan silek-nya sendiri. Semua elemen berpadu menjadi bentuk “ber-silek” antar-media di panggung.
"Di pertunjukan, tiga disiplin seni saling berkomunikasi, dan hubungan tubuh dengan teknologi dapat terjalin. Konsep Panjago menembus konsep tempat dan waktu, di mana pengetahuan silek menempatkan sikap adaptif menjadi sikap utama bagi pelakunya," jelas Hario.
BEAST (Birmingham ElectroAcoustic Sound Theatre) merupakan sistem tata suara khusus yang dirancang untuk pertunjukan musik elektroakustik, yang didirikan sebagai bagian dari University of Birmingham sejak 1982 oleh Jonty Harrison.
BEAST terkenal karena sistem suara multi-kanalnya yang imersif, yang telah menjadi standar internasional untuk presentasi musik elektroakustik.
Sistem BEAST dome 32-kanal memungkinkan karya-karya musik elektroakustik seperti Panjago untuk memproyeksikan suara dalam bentuk ruang spasial 360 derajat.
Penonton tidak hanya mendengar suara, tetapi mereka dikelilingi dan diserap oleh suara, seolah tubuh mereka turut menjadi bagian dari panggung.
BEAST FEaST yang diselenggarakan oleh BEAST dan Electroacoustic Music Studios di Music Department, University of Birmingham, Inggris, sejak 2015, telah berkembang menjadi salah satu festival paling strategis untuk eksperimen bunyi elektroakustik di dunia.
Edisi tahun ini BEAST FEaST 2025 mengusung tema "Southeast/Northwest”, menghadirkan 42 seniman dari 23 negara-negara di Asia Tenggara dan Eropa Barat Laut.
Sebanyak 41 karya musik dipentaskan dalam 9 sesi konser, ditambah sesi diskusi panel artis, sesi pemutaran film dokumenter, dan 3 karya seni instalasi suara.
Kolaborasi Scott Wilson bersama Hario Efenur dan Rani Jambak melalui karya Panjago yang didukung oleh British Council melalui program Connections Through Culture ini menunjukkan bahwa seniman Indonesia mampu mengolah warisan budaya berupa tradisi dan spiritualitas lokal, menjadi karya seni artistik modern, dan memiliki kualitas setara dengan karya dari pusat-pusat seni global.
Karya ini menandai tonggak penting dalam diplomasi budaya Indonesia melalui proses eksplorasi dan mendefinisikan ulang bentuk seni sebagai kontribusi strategis dalam percakapan seni global, yang menegaskan bahwa warisan lokal layak dilestarikan dan dikembangkan menjadi bahasa universal.
“Panjago adalah upaya kami untuk mengajak warisan leluhur berdialog dengan masa depan. Kami tidak ingin membekukan budaya, kami ingin menggerakkannya ke arah yang lebih lentur dan reflektif, tanpa kehilangan substansi dan value-nya,” jelas Rani, yang juga banyak dikenal lewat kampanye #futureancestor.
BEAST FEaST 2025 ini menjadi ruang strategis bagi seniman Indonesia. Selain pasangan Hario Efenur dan Rani Jambak, tampil juga beberapa seniman Indonesia lainnya dalam event yang berlangsung dari tanggal 1 sampai 3 Mei 2025 ini. Mereka adalah Otto Sidharta, Patrick Hartono, dan Hery Kristian Buana Tanjung.
Otto Sidharta adalah pionir musik elektronik di Indonesia. Sejak era tahun 70-an, ia banyak menggabungkan soundscape dan filosofi lokal dalam karya-karya eksperimentalnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Pers Rilis