Film Not The Same. (Instagram/hilmydaffanuri)
INDOZONE.ID - Film "Not the Same" yang digarap oleh Potensi Film yang mengangkat isu yang jarang menjadi sorotan di masyarakat. Isu yang sering diidentikkan dengan salah satu jenis kelamin menjadi korban dan sebaliknya menjadi pelaku, yakni pelecehan seksual. Pandangan masyarakat mengenai isu pelecehan seksual ini seringkali hanya dialami oleh perempuan, namun film ini mengangkat hal sebaliknya.
Film ini membahas isu pelecehan seksual dari sudut pandang berbeda dimana korbannya adalah seorang laki-laki. Kekerasan seksual didefinisikan sebagai serangan yang bersifat seksual, baik terjadi hubungan seksual maupun tidak, terlepas dari hubungan korban dengan pelaku (Indrayana, 2017). Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak oleh korbannya.
Film Not the Same ini dalam membahas isu pelecehan seksual pada laki-laki juga menyinggung beragam unsur di dalamnya mulai dari konstruksi sosial, gender, stereotip, dan diskriminasi.
Gender didefinisikan sebagai sebuah perbedaan perilaku antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruk secara sosial, diciptakan oleh laki-laki dan perempuan sendiri, oleh karena itu merupakan persoalan budaya (Baidowi, 2005). Adanya budaya patriarki juga menjadikan posisi laki-laki menjadi superior dan menganggap semua laki-laki itu dipaksa harus kuat. Seolah society ini bilang kepada laki-laki bahwa laki-laki itu tidak boleh mengeluh, tidak boleh mengungkapkan perasaan baik itu kecewa, sedih dan lainnya, atau bahkan laki-laki itu tidak boleh menangis.
Baca Juga: 7 Film Dokumenter Terbaik Korea, Salah Satunya Angkat Tragedi Memilukan Kapal Sewol
Tidak peduli seberat apa dan se traumatic apa yang dilalui, laki-laki dipaksa harus bersikap baik-baik saja dalam society. Pada film ini, korban pelecehan seksual yakni AW ketika bercerita pengalaman traumatic ke keluarganya, keluarga yang seharusnya menjadi ruang aman bagi korban pelecehan seksual namun yang dialami AW justru keluarganya menghancurkan semua kepercayaan tersebut dan tidak mendapatkan dukungan secara mental atas trauma yang dialami.
Pelecehan seksual yang terjadi dan dialami oleh laki-laki seringkali tidak dipercayai dan dianggap tidak masuk di akal oleh masyarakat. Adanya anggapan masyarakat tersebut tak lepas dari adanya konstruksi sosial mengenai maskulinitas. Maskulinitas merupakan identitas laki-laki yang dipengaruhi oleh ras, kelas, dan budaya. Chapman & Rutherford (2014) mendefinisikan maskulinitas sebagai sebuah konstruksi kelelakian terhadap laki-laki yang menjunjung tinggi nilai-nilai superioritas, kekuatan, kekuasaan, kejantanan, tangguh, dan memiliki fisik yang atletis.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa maskulinitas merupakan sifat, peran, dan tindakan yang melekat pada diri laki-laki sebagai identitas gender yang ditujukan kepada laki-laki dalam masyarakat. Stigma yang terbentuk tersebut tak jarang juga membebani laki-laki itu sendiri di kehidupan bermasyarakat.
Pada film Not the Same ini maskulinitas yang disorot mengenai laki-laki yang kuat serta tidak boleh menangis dan menceritakan perasaan yang sedang dialami. Pada film Not the Same ditunjukkan bahwa korban yakni AW yang seorang laki-laki pada posisi lemah dan tidak memiliki kuasa atas pemerkosa dirinya. Konstruksi maskulinitas pada laki-laki yang berkembang di masyarakat, pada konteks ini lebih besar pada pelaku pemerkosa yang mana adalah perempuan.
Baca Juga: Jamie Foxx Digugat atas Tuduhan Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Restoran NYC
Selanjutnya setelah kejadian tersebut dialami oleh AW dan selang beberapa minggu saat ia ingin mengadu apa yang telah dialami kepada keluarganya, ia justru malah di judge oleh keluarganya sendiri dan tidak mempercayai pengakuan AW bahkan lebih parahnya di tuduh melakukan seks bebas dan mengarang cerita. Hal itu terjadi disebabkan oleh diskursus dominan yang ada pada masyarakat mengenai tidak mungkinnya seorang laki-laki menjadi korban pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang biasanya dialami oleh perempuan.
Hukum yang berlaku di negara ini juga mendiskriminasi laki-laki sebagai korban pemerkosaan. Pasal yang dipakai menjadi dasar untuk memproses hukum kasus pemerkosaan adalah pada Pasal 285 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.”
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Amatan, Jurnal