Telisik "The Zone of Interest: Cerita Kebrutalan Nazi dengan Balutan Visual yang Cantik, Nominasi Oscar 2024
INDOZONE.ID - Film "The Zone of Interest" yang berhasil menyabet tiga BAFTA (termasuk film yang tidak berbahasa Inggris) dan masuk nominasi untuk lima Academy Awards, serta tiga penghargaan Golden Globes ini akhirnya tayang di bioskop Indonesia, Selasa (6/3/2024) kemarin.
Mengangkat cerita dari adaptasi novel dengan judul sama, karya Martin Amis, The Zone of Interest punya sudut pandang yang berbeda dari film holocaust lainnya. Malah, gambarnya terlalu indah untuk film semengerikan ini.
Tapi, pacing-nya yang lambat mungkin membuat sebagian penonton merasa bosan tanpa menikmati alur ceritanya.
Berikut ulasan Indozone tentang isi filmnya.
Sinopsis The Zone of Interest
Baca Juga: Telisik In The Name of God: A Holy Betrayal: Ungkap Kejahatan dengan Eksploitasi Korban?
Berlatar belakang tahun 1940-an, film ini menceritakan keluarga Rudolf Höss, (Christian Friedel) seorang komandan Kamp Auschwitz yang tinggal bersama istri dan kelima anaknya di sebuah rumah idaman yang cukup luas.
Rumah cantik dengan pekarangan yang luas, fasilitas kolam renang, kebun kaca, dan beberapa dekorasi hasil jarahan dari para tahanan menghiasi rumah impian keluarga Höss.
Meskipun diadaptasi dari novel karya Martin Amis dengan judul yang sama, namun Glazer memutuskan untuk membuat premis yang berbeda.
Film ini menyajikan kontras antara duniawi kehidupan rumah tangga dan pekerjaan Höss terhadap kejahatan besar yang terjadi di sekitar rumah mereka. Dimana banyak tahanan yang disiksa, dieksekusi, termasuk penggunaan zat kimia beracun di kamar-kamar gas untuk membunuh.
Visual yang Penuh Makna dan Sound Effect yang Mengerikan
Berbeda dibandingkan film bertemakan holocaust, sang sutradara Jonathan Glazer, justru memutuskan untuk tidak mengambil gambar seperti yang banyak terlihat di film-film holocaust lainnya.
Baca Juga: Review Film 'Leave The World Behind', Tegangnya Gak Main-Main!
The Zone of Interest justru banyak menampilkan keindahan alam dengan teknik pengambilan gambar yang rapi, terstruktur, simetris, dan tenang yang banyak mengandung makna metafora.
Namun, bukan berarti film ini tidak menampilkan kesan mengerikan sama sekali. Keputusan pintar dari Glazer untuk menggunakan efek suara sebagai kuncinya yang berhasil bikin penonton merasa mual dan pusing.
Detail suara tembakan, jeritan manusia yang disiksa, mesin pabrik yang digunakan untuk mengeksekusi massal manusia berpadu dengan visual kepulan asap hasil pembakaran mayat kontras dengan tampilan indah yang disajikan bersama keluarga Höss.
Suara-suara ini hampir menembus stiap frame, sehingga membuat citra film holocaust yang selama ini melekat pada penonton terasa berbeda. Dengan demikian dapat menceritakan dua kisah yang saling bertentangan sekaligus.
Salah satunya saat bidikan gambar Glazer menunjukkan beberapa bunga cantik Hedwig (Sandra Hüller) , istri Höss, kemudian kita bisa mendengar beberapa jeritan yang semakin jelas, hingga layar berubah warna menjadi merah sepenuhnya dan diakhiri dengan potongan yang kembali ke dunia nyata. Hal ini seolah, memberikan sensasi ke penonton untuk merasakan kepanikan dan ketakutan akan kejahatan yang terjadi hanya beberapa meter dari sana.
Pendekatan Glazer pada momen-momen seperti ini semakin kuat di bagian akhir film, karena Rudolf Höss tampaknya memiliki momen kesadaran diri terhadap apa yang akan terjadi ke depan, termasuk dirinya dan keluarga.
Penggunaan Kamera Termal untuk Menunjukkan Sisi Positif
Di film ini, terdapat adegan dimana seorang wanita muda kerap menyembunyikan apel. Ternyata scene ini merupakan bagian penting dari The Zone of Interest.
Glazer menggunakan kamera termal yang membuat visualisasinya tampak seperti negatif film. Meskipun adegan ini mungkin merupakan "kebaikan" ditengah kebrutalan yang terjadi, namun di satu sisi masih menciptakan kesan yang membingungkan karena penonton bisa saja berspekulasi tentang apa maksud tindakan wanita ini atau apa yang bisa ditemukannya.
Akting Memuka Sandra Huller dan Christian Friede
Akting sang aktris, nominasi Academy Award Anatomy of a Fall, Sandra Hüller sangat memukau. Ia mampu memerankan sosok istri 'polos', yang terlena dengan kenyamanan dan keindahan rumahnya dan tidak mau meninggalkan mimpinya.
Baca Juga: Chanyeol EXO akan Adu Akting dengan Go Min Si di Series Netflix ‘In the Forest With No One’
Sementara Christian Friedel sebagai komandan yang kejam namun tenang, berhasil menampilkan sisi lainnya yang berhati lembut saat ia kembali ke rumah berkumpul bersama istri dan anak-anaknya.
Sebuah kenyataan suram dan mengerikan, dimana sebuah keluarga bisa menemukan ketenangan dan kenyamanan tinggal di sebuah rumah, yang dikelilingi kejahatan seperti itu. Mereka memilih untuk mengabaikan penderitaan yang secara aktif mereka jumpai, yang menandakan bahwa nyawa yang diambil 'menghiasi' kehidupan mereka yang biasa-biasa saja.
Ending yang Bikin Mikir dan Butuh 'Terjemahan'
Film ini diakhir oleh Höss yang merayakan keberhasilannya di kamp konsentrasi. Segalanya relatif berhasil seperti yang ia rencanakan, setelah ia dipromosikan sebagai salah satu tokoh kunci yang bertanggung jawab atas "keberhasilan" Holocaust.
Namun, pada menit-menit terakhir yang mencekam, Höss menuruni tangga dan kemudian berhenti karena merasakan mual dan ingin muntah. Apakah ini arti bahwa segala peristiwa yang terjadi bertentangan dengan hati nuraninya? Atau ia hanya terkena polusi abu akibat pembakaran mayat.
Saat ia kembali menuruni tangga, tiba-tiba suasana menjadi gelap dan gambar berubah ke masa depan, yang menggambarkan tempat tersebut dijadikan sebuah museum sebagai peringatan terhadap para korban Auschwitz. Setumpuk sepatu, barang-barang korban yang tersisa, hingga ruang bawah tanah yang dijadikan tempat tahanan dan kamar gas menjadi saksi kebrutalan di era NAZI.
FIlm dipotong kembali ke masa dimana Höss masih menatap ke arah koridor yang gelap. Seolah seperti melihat apa yang penonton lihat di masa depan. Sebuah visi tentang bagaimana ia akan pasrah pada sejarah, namun di saat bersamaan juga tak bisa meninggalkan warisan tersebut.
Baca Juga: Review The Marvels: Lucu, Emosional dan Melebihi Ekspektasi
Pesan Moral yang Sangat Bermakna
Disonasi antara apa yang dilihat dan apa yang didengar adalah bagaimana The Zone of Interest menyampaikan pesan tentang kejahatan, yang berkaitan dengan betapa dangkalnya perilaku manusia yang paling kejam ketika orang mulai memperlakukannya sebagai hal yang normal.
Banalitas kejahatan inilah yang membuatnya sangat berbahaya. Betapa perilaku NAZI saat itu terlampau kejam, sehingga sulit untuk membayangkan bagaimana peristiwa itu bisa dilakukan oleh manusia.
Overall, film ini sekaligus sebagai bahan renungan kita, bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga masa kini, dan masa depan. Kejahatan yang ada sekarang, kerap dihadapi dengan cara pasif yang meninggalkan trauma. Bagaimana kejahatan murni tidak selalu digambarkan secara besar dan 'mengesankan', tapi bisa juga dalam bentuk kecil dan terjadi setiap hari.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Amatan