Official poster film 'Pengepungan di Bukit Duri'. (Press Release)
INDOZONE.ID - Sutradara sekaligus penulis skenario, Joko Anwar, kembali dengan film terbarunya yang berjudul Pengepungan di Bukit Duri (The Siege at Thorn High), yang terinspirasi dari keresahan terhadap berbagai masalah yang belum terselesaikan di Indonesia, seperti kekerasan, korupsi, dan kegagalan sistem pendidikan.
Joko Anwar membeberkan bahwa skenario film ini sudah tuntas dibuat sejak tahun 2007. Ketika itu, ia masih menyimpan harapan bahwa kondisi Indonesia akan membaik seiring berjalannya waktu.
Akan tetapi, kenyataannya, isu-isu sosial seperti kekerasan di lingkungan sekolah, diskriminasi, dan sistem pendidikan yang encot masih terus terjadi hingga kini.
Baca Juga: Morgan Oey Soroti Kekerasan di Kalangan Remaja dalam Film Pengepungan di Bukit Duri
"Ternyata, setelah 17 tahun, kita masih menghadapi kegelisahan yang sama. Karena itulah film ini akhirnya kami wujudkan," ujar Joko Anwar dalam jumpa pers Pengepungan di Bukit Duri, di kawasan Jakarta Selaran, Kamis (10/4/2025).
Film Pengepungan di Bukit Duri (The Siege at Thorn High) merupakan drama-thriller yang mengajak penonton untuk mengikuti kisah Edwin (diperankan oleh Morgan Oey), seorang pria keturunan Tionghoa yang masih terbebani trauma akibat kerusuhan tahun 2009.
Bertahun-tahun setelah kerusuhan, Edwin menjadi guru di SMA Duri, sebuah sekolah yang dihuni oleh siswa-siswa bermasalah.
Ia mengambil keputusan ini karena janji yang pernah ia buat kepada kakaknya yang telah meninggal untuk mencari keponakannya yang hilang.
Namun, Edwin malah terjebak dalam situasi baru yang menantang saat harus berhadapan langsung dengan murid-murid yang kasar dan bermasalah.
Edwin, bersama Diana (Hana Pitrashata Malasan), Kristo (Endy Arfian), dan Rangga (Fatih Unru), terjebak di dalam sekolah dan harus melawan sekelompok siswa yang brutal di bawah pimpinan Jefri (Omara Esteghlal), yang mengancam nyawa mereka. Mereka berjuang keras untuk bertahan hidup dan keluar dari situasi tersebut.
Lewat film ini, Joko Anwar memperlihatkan ketegangan yang intens dengan menggambarkan situasi Indonesia pada tahun 2027 yang tengah bergejolak.
Keadaan sosial dalam film Pengepungan di Bukit Duri ini digambarkan kacau, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Ko-produser dari Come and See Pictures, Tia Hasibuan, menjelaskan bahwa film ini bukan hanya tentang kekacauan masa lalu dan keresahan hari ini, namun juga sebuah gambaraan kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan.
"Sejarah bisa berulang, kalau kita tidak hati-hati, kita tidak memperhatikan, dan kita tidak membicarakan, atau berusaha untuk menyembuhkan luka dan trauma dari masa lalu masing-masing," kata Tia.
"Di film ini, diceritakan bukan hanya tentang kekacauan di masa lalu, tapi juga keresahan-keresahan di masa sekarang, dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan. Tadi teman-teman udah nonton, ceritanya tahun 2027 itu juga kami taro di dalam film adalah sebagai peringatan untuk kita semua, peringatan yang sifatnya urgent, karena tahun 2027 itu sebentar lagi," sambungnya.
Film ini turut dibintangi oleh beberapa aktor dan aktris muda, di antaranya Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, dan Satine Zaneta.
Selain itu, ada juga Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Farandika, Raihan Khan, Sheila Kusnadi, Millo Taslim, dan Bima Azriel.
Pengepungan di Bukit Duri adalah kerja sama pertama antara rumah produksi Indonesia, Come and See Pictures, dan studio legendaris Amazon MGM Studios di Asia Tenggara.
"Kami di Come and See Pictures selalu berkomitmen untuk membuat karya yang jujur, yang berani, yang relevan secara sosial, karena kami percaya kalau film itu bukan hanya untuk hiburan, tapi juga bisa kita gunakan sebagai tempat untuk perenungan untuk refleksi." pungkas Tia Hasibuan.
Film ini dijadwalkan akan segera tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia pada 17 April 2025.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi