Memaknai Cinta dan Duka dari "Jatuh Cinta Seperti di Film-Film", Surat Cinta untuk Industri dan Romcom
INDOZONE.ID - Para penggemar web-series pasti udah gak asing lagi kan dengan nama Yandy Laurens. Ya, sutradara dan penulis karya-karya “viral” seperti Sore: Istri Dari Masa Depan, Mengakhiri Cinta Dalam 3 Episode, dan Yang Hilang Dalam Cinta itu tahun ini kembali dengan film keduanya yang berjudul "Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" (Jesedef).
Mulai tayang sejak 30 November 2023, JCSDF berkisah tentang Bagus (Ringgo Agus Rahman), seorang penulis skrip film yang mendapatkan kesempatan untuk menulis skrip asli pertamanya. Ia kemudian bertemu dengan Hana (Nirina Zubir), seorang florist dan teman sekolah yang sudah lama ia taksir.
Diam-diam Bagus menuliskan kisah pertemuan kembali antara mereka dan berencana untuk menjadikannya sebagai sebuah pernyataan cinta kepada Hana yang baru saja menjanda. Di tengah penulisan, hubungan Bagus dan Hana ternyata mengalami sebuah konflik yang mengubah cara pandang Bagus tentang mencintai.
Tersaji dalam format Meta Cinema dan visual hitam putih
Memang bukan Yandy Laurens namanya jika menyajikan karya yang biasa-biasa saja. Melalui Jesedef, Yandy kembali membuat gebrakan baru di perfilman Indonesia lewat penyajian plot yang menggunakan format film meta.
Film meta adalah sebuah metode yang membuat penonton terasa seperti sedang menonton sebuah film di dalam film itu sendiri. Penonton akan diajak mengikuti bagaimana Bagus melewati proses kreatif dari naskah yang ia garap.
Meski memiliki narasi yang kompleks, nyatanya Yandy dengan piawai bisa menyajikannya dengan apik sehingga tidak membuat penonton kebingungan mengikuti alur film ini. Saking mulusnya seluruh adegan dan dialog terasa realistis dan mengalir begitu saja seperti sedang menonton behind the scene dari pembuatan Jesedef itu sendiri.
Ke’gila’an Yandy Laurens lainnya dalam Jesedef adalah pemilihan visual hitam dan putih di 85% bagian film. Ntah bagaimana ide itu muncul di otak sutradara 34 tahun ini untuk menampilkan film hitam-putih di era sekarang.
Menariknya, penyajian dalam format hitam-putih ini sama sekali tidak membosankan, justru sangat cocok dan memberikan penekanan makna pada alur ceritanya. Ada kesan yang lebih berbekas secara estetika dan emosi yang bisa kita dapat justru karena film ini hitam-putih.
Bergenre komedi romantis dalam hubungan orang dewasa
Baca Juga: Review 'Bargain': Bersiaplah Untuk Mimpi Buruk Gila Tanpa Henti yang Buat Ketagihan!
Saat Bagus bercerita sedang mempersiapkan naskah film komedi romantis dengan tokoh yang berusia awal 40 tahun, Hana menganggap ide itu gak menarik. Bagi Hana, di usia mereka sudah tidak masuk akal untuk merasakan jatuh cinta seperti di film-film.
Ini karena film komedi romantis identik dengan cerita cinta anak muda atau ya seenggaknya orang dewasa di usia 20-30 tahunan yang masih penuh hal-hal lucu dan menggemaskan.
Sementara di usia mereka yang sudah mengalami terlalu banyak realita kehidupan biasanya akan menghabiskan waktu dengan saling ngobrol dan memecahkan masalah bersama.
Ternyata Hana benar, hubungan Bagus dan Hana yang kita tonton memang di dominasi dengan percakapan-percakapan tentang kehidupan yang mereka jalani masing-masing. Dari dialog-dialog yang terucap terasa sekali bahwa skenario ini ditulis dengan sangat baik dan penuh dedikasi.
Elemen romantis datang dari gestur-gestur yang dimainkan Ringgo dan Nirina lewat chemistrynya yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Sementara selipan-selipan komedi yang banyak menyentil industri perfilman Indonesia juga dibawakan dengan effortless melalui akting para pemain yang tepat sasaran.
Memaknai cinta dan duka dari hubungan Bagus dan Hana
Nyatanya meski bergenre komedi romantis, Jesedef memiliki cerita berlapis di dalamnya. Hubungan Bagus dan Hana memperlihatkan bagaimana kita terbiasa menilai orang lain atau sesuatu berdasarkan apa yang ada di pikiran kita sendiri. Bagus yang sedang mendekati Hana ternyata tidak sadar bahwa telah memaksakan perasaannya kepada Hana yang masih memproses duka selepas kepergian suaminya.
Baca Juga: Anne Hathaway Akan Bintangi Film Romcom Pandemi Lockdown
Dengan egois Bagus berusaha membuat Hana jatuh cinta lagi dan mengatakan bahwa apa yang ia yakini sebagai cinta adalah kesalahan. Keegoisan Bagus mengantarkan ia pada penghakiman dan meremehkan perasaan yang sedang Hana rasakan.
Sementara lewat perspektif Hana kita bisa belajar mengenai proses penerimaan kesedihan (stage of grief). Hana awalnya meyakini bahwa ia tidak akan pernah jatuh cinta lagi sebab ia sudah menghabiskan cinta yang ia punya kepada suaminya.
Ia telah merasa cukup dengan dirinya sendiri. Hana menjalani hidup dalam bayang-bayang kesedihan atas kepergian suaminya hingga ia selalu merasa bersalah setiap kali hendak bahagia. Pertemuannya dengan Bagus memberikan sebuah pandangan baru tentang apa yang selama ini ia yakini dan mulai berani menghadapi “trauma” yang masih ada dalam hatinya.
Pemain pendukung yang tak kalah mencuri perhatian
Entah bagaimana prosesnya hingga semua pemain dalam film ini bisa memerankan karakter yang sangat cocok dengan diri mereka masing-masing. Ringgo dan Nirina yang memerankan tokoh utama tampil dengan sangat luwes sampai-sampai tampak seperti tidak sedang berakting. Keduanya memerankan tokoh masing-masing dengan cemerlang, tapi Nirina layak mendapat pujian lebih.
Baca Juga: Film Balada Si Roy Jadi Surat Cinta Fajar Nugros kepada Millennial dan Gen Z
Hana dengan spektrum emosinya yang beragam diperankan dengan sempurna oleh Na (panggilan Nirina) lewat setiap gerak-geriknya, sorot mata, dan senyumnya. Ia menggambarkan dengan baik bagaimana sosok Hana yang rapuh namun tetap berusaha terlihat tegar dan bersinar, sangat loveable.
Tak hanya pemain utama, para pemain pendukung juga berhasil menjadikan film ini sempurna. Dengan cerdas Yandy memberikan “panggung” kepada setiap tokoh agar kehadirannya tidak lewat begitu saja.
Mulai dari asisten sutradara yang diperankan Abdurrahman Arif dengan celoteh-celotehannya, Julie Estelle sebagai Julie Estelle dengan aktingnya yang apik, hingga duo aktor dan aktris “langganan” Yandy yakni Sheila Dara dan Dion Wiyoko yang hadir sebagai sepasang suami-istri sekaligus sahabat Bagus, Cheline dan Dion. S
heila dan Dion dengan chemistrynya yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, membawa tokoh Cheline dengan sifat lugasnya dan Dion yang lugu (juga agak lemot ye hehe) menjadi hubungan yang menggemaskan dan kocak. Tek-tokan mereka dengan Ringgo sebagai tiga sekawan juga terasa menyenangkan, mungkin karena memang berteman di balik layar, kedekatan yang mereka tampilkan seperti tidak dibuat-buat.
Sementara itu, Alex Abbad yang memerankan Pak Yoram, seorang produser film tempat Bagus bekerja, berhasil mencuri perhatian dengan karakternya yang menyebalkan dan kocak lewat detail-detail gestur tubuh dan mimik wajahnya yang tepat sasaran.
Surat cinta untuk industri film Indonesia
Jesedef terasa semakin personal karena banyak sentilan-sentilan terhadap industri perfilman Indonesia di dalamnya. Misalnya saja keterlibatan sutradara perempuan dalam produksi film yang masih sangat minim sehingga membuat pemahaman karakter perempuan seringnya salah kaprah.
Baca Juga: Sinopsis Romcom '30 Days' tentang Pasutri Amnesia Kang Ha Neul dan Jung So Min yang Bikin Ngakak
Yandy juga menyinggung soal “selera” pasar dan teknik marketing perfilman Indonesa dan tentu saja lingkungan produksi film itu sendiri. Beberapa lelucon dan easter egg dari dunia perfilman juga hadir di sana sini yang membuat jesedef layaknya surat cinta untuk industri perfilman Indonesia.
Buat kalian yang sempat menonton mahakarya ini di bioskop, selamat! Buat yang belum, coba cek situs atau aplikasi bioskop kesayanganmu sekarang. Langsung pesan tiketmu sekarang juga kalau Jesedef masih tayang di kotamu. Gak nyesel deh, percaya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Amatan