Selasa, 11 JUNI 2024 • 13:05 WIB

Japanese Film Festival 2024 Kembali, Ini 4 Rekomendasi Film yang Wajib Ditonton

Author

Rekomendasi film dalam JFF 2024

INDOZONE.ID - Japanese Film Festival (JFF) 2024 kembali hadir di Indonesia. Ini merupakan tahun ketiga di mana JFF menyelenggarakan penayangan film Jepang dalam format daring dengan nama JFF ONLINE.

Tahun ini penonton di Indonesia dapat menikmati 22 film dan 2 series drama TV Jepang secara gratis selama satu bulan penuh pada Juni-Juli 2024, yang film-filmnya dapat diakses melalui website resmi JFF.

Cara menontonnya pun juga mudah, kamu hanya perlu membuat akun dan setelahnya langsung dapat menikmati tayangan yang diberikan.

Untuk jadwal penayangan JFF ONLINE 2024 di Indonesia ini juga terbatas, di mana pengguna dapat menyaksikan 22 film yang disediakan JFF ONLINE dari mulai 5 Juni sampai 19 Juni (10:00 WIB) 2024.

Selanjutnya, untuk penayangan 2 series drama TV Jepang yang memiliki total 20 episode baru mulai dapat diakses secara gratis mulai pada tanggal 19 Juni sampai 3 Juli (10:00 WIB) 2024.

Baca Juga: Review Shōgun (2024), Mahakarya Epik Penuh Intrik dan Keindahan di Jepang Zaman Feodal

4 Rekomendasi Film Wajib Ditonton di JFF 2024

Berikut 4 rekomendasi film yang wajib ditonton dalam JFF online 2024:

1. We Made a Beautiful Bouquet

Film yang disutradarai oleh Nobuhiro Doi ini menceritakan kisah cinta yang terjalin selama 5 tahun antara Mugi Yamane (Masaki Suda) dan Kinu Hachiya (Kasumi Arimura). Saat itu keduanya bertemu ketika masih berusia 22 tahun saat tertinggal kereta terakhir di stasiun Meidaimae di Tokyo. Kejadian tersebut membuat mereka akhirnya menghabiskan malam bersama di sebuah kedai yang membuat mereka saling berkomunikasi. Tidak disangka, ternyata obrolan yang dibangun pada malam itu membuat keduanya merasa nyaman dan cocok karena merasa memiliki banyak kesamaan.

Hubungan mereka kemudian berlanjut menjadi semakin dekat sampai akhirnya mereka berdua memutuskan untuk tinggal bersama dan menjalin hubungan dalam status baru. Seperti remaja pada umumnya, mereka berdua juga sering menghabiskan waktu berdua bersama sebagai sepasang kekasih ditengah-tengah kesibukan mereka yang pada saat itu keduanya disibukkan dalam mencari pekerjaan.

Film ini didalamnya memiliki banyak dialog, namun rasanya tidak membosankan karena penonton juga akan banyak disuguhkan dengan visual cantik dari kota Tokyo yang mendukung suasana dalam filmnya semakin larut dalam kisah drama dan romansa yang terjadi pada 2 karakter utamanya. Layaknya sebuah hubungan, konflik yang terjadi pada karakternya juga dibangun dalam porsinya dengan cara yang realistis, tidak terkesan berlebihan, sehingga membuat penontonnya dapat ikut merasakan perasaan yang sedang dialami karakternya. Hal ini juga didukung berkat chemistry yang dibangun oleh 2 aktor utamanya yakni, Masaki Suda dan Kasumi Arimura yang berhasil menghidupkan sifat karakternya dengan pendekatan yang manusiawi.

Banyak yang mengatakan bahwa film ini memiliki suasana yang sama seperti film La La Land, di mana penggambaran tokoh dan konfliknya disajikan dengan cara yang pelan namun pasti, realistis, dan meninggalkan kesan yang begitu mendalam untuk disimpulkan secara baik.

2. Anime Supremacy!

Film ini disutradarai oleh Kohei Yoshino yang menceritakan kehidupan seorang Hitomi Saito (Riho Yoshioka) yang bekerja sebagai sutradara dalam industri hiburan anime yang sedang melakukan debut penyutradaraannya setelah ia memutuskan keluar dari pekerjaan sebelumnya sebagai PNS. Disaat yang sama, ia juga bersaing memperebutkan gelar ‘Haken’ (kekuasaan) dengan sutradara Chiharu Ouji (Tomoya Nakamura) yang dikenal sebagai sutradara yang telah menghasilkan banyak anime laris dan tengah kembali keposisinya setelah absen selama 8 tahun dari industri anime.

Sepanjang film ini berputar, penonton akan diperlihatkan bagaimana sebuah industri hiburan anime bekerja yang selalu disibukkan dengan projek-projek kejar tayang yang harus selalu dituntaskan berdasarkan target dan tenggat waktu. Tidak hanya itu, film ini juga menampilkan berbagai permasalahan yang sering terjadi dalam sebuah perusahaan industri anime mulai dari sutradara yang disibukkan dengan membuat rangkaian alur cerita, storyboard, dan bagaimana ia harus selalu komunikatif dengan para timnya, masalah produser dengan para sponsorship, rivalitas, tuntutan rumah produksi, sampai para pekerja voice-over yang juga dituntut untuk bisa mengikuti arahan sutradara dengan suara yang mereka keluarkan.

Lewat film ini penonton juga akan diperlihatkan kesuksesan besar industri anime datangnya tidak hanya dari tampilan animasi yang disajikan dalam hiburannya, namun juga bagaimana karya tersebut akhirnya dapat diterima oleh masyarakat dari berbagai kalangan berkat pembangunan cerita dan karakternya. Seperti yang diimpikan oleh karakter Hitomi Saito yang memiliki visi dan misi besar untuk karyanya dapat menjangkau banyak pihak, terutama anak-anak dengan cara memberikan alur cerita yang logis dan bisa memahami perasaan mereka.

Baca Juga: 'Roman Peony', Film Indonesia Pertama yang Syuting Penuh di Jepang

3. Single8

Disutradarai oleh Kazuya Konaka, film ini menceritakan seorang remaja sekolah menengah atas bernama Hiroshi (Yu Uemura) yang tengah terobsesi dengan film Star Wars. Ia kemudian mencoba membuat satu adegan pembuka ala Star Wars yang dibuat dengan alat seadanya.

Obsesinya terhadap film Star Wars akhirnya membuat ia kemudian mengajukan diri untuk mengerjakan sebuah project film untuk festival budaya di sekolah, mewakilkan nama kelasnya. Dari mulai ia membuat naskah sampai pada proses syuting, Hiroshi dibantu oleh ketiga teman-temannya yang juga memiliki keinginan yang sama untuk membuat film.

Hanya bermodalkan kamera 8mm dan ilmu-ilmu dasar tentang videografi yang Hiroshi dapatkan dari teman dan juga gurunya, mereka banyak belajar mengenai proses pembuatan film yang tidak hanya soal merekam adegan atau memberikan efek khusus secara keren, namun mereka juga harus bisa memahami tentang kekuatan cerita, tema, dan karakter dalam sebuah film yang merupakan bagian terpenting dalam film. Sehingga akhirnya film tersebut dapat menyimpan kesan bagi penontonnya.

Film ini tidak hanya mengulik tentang persahabatan yang terjalin antara Hiroshi dan teman-temannya, tapi juga banyak menyoroti kisah seorang remaja yang memiliki keinginan yang berangkatnya dari hobi, ide, serta kreativitas dari bayangan imajinasi liar yang mendorongnya menciptakan sebuah karya.

Film ini unik dan seru, karena penonton tidak hanya diperlihatkan bagaimana proses mereka saat membuat film, namun penonton nantinya juga akan diperlihatkan hasil dari rekaman dari kamera analog yang sudah mereka edit dengan hasil sinematografi yang menyesuaikan setting filmnya yang berlatar tahun 70an.

4. School Meals Time Graduation

Film ini disutradarai oleh Shinya Ayabe yang kisahnya berlatar pada akhir tahun 80-an di Jepang. Alurnya fokus menceritakan seorang guru kelas tiga di SMP Negeri Jepang bernama Amarida (Hayato Ichihara) yang sangat menyukai makan siang yang disediakan di sekolah. Bahkan ia menilai bahwa rasa kenikmatan makan siang di sekolah jauh lebih enak dibandingkan dengan masakan ibunya.

Sepanjang film berjalan, penonton akan dihibur dengan berbagai adegan lucu yang dilakukan Amarida setiap jam makan siang berlangsung. Uniknya di sekolah tempat dimana Amarida mengajar, para siswanya akan menyambut menu makan siang dengan sebuah nyanyian mars sebagai bentuk rasa syukur atas makanan yang diberikan. Disisi lain diam-diam Amarida ternyata bersaing dengan salah satu muridnya, Kamino (Taishi Sato) yang sama-sama menyukai menu makan siang di sekolah. Kamino bahkan sering bereksperimen menciptakan rasa makan siangnya jadi terasa lebih nikmat dengan mengkombinasikan beberapa makanannya dengan caranya sendiri.

Suatu hari Amarida dihadapkan pada fakta bahwa program makan siang di sekolahnya terancam akan mengalami perubahan kebijakan tentang penurunan kadar rasa yang diusulkan oleh pemerintah yang ingin mengutamakan pemberian menu makanan sehat kepada setiap siswa di Jepang. Ini yang kemudian menjadi konflik di mana akhirnya Amarida dan Kamino ikut turun tangan untuk menentang perubahan tersebut.

Film ini merupakan seri kedua dari film spin-off acara televisi yang sangat populer di Jepang. Premisnya unik untuk disaksikan karena penonton tidak hanya disajikan adegan lucu dan menghibur dari karakternya, namun juga film ini banyak memperlihatkan budaya dan pendidikan di Jepang dengan memfokuskan ceritanya pada program makan siang yang menjadi agenda rutin di sekolah-sekolah umum di Jepang.

Lewat adegannya tersebut, film ini juga memperlihatkan kebersamaan antara seorang guru dengan para muridnya yang akan berkumpul bersama di ruang kelas di mana siswanya sudah menata meja secara berkelompok untuk menikmati makan siang bersama. Menu makan siang yang disajikan pun juga dapat menggoda selera penonton. Dari sajian menu populernya, yaitu spageti ‘Napolitan’, sup telur, nasi campur, kari, susu putih, hingga makanan penutup seperti yogurt buah dan roll cake.

 


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Amatan